Keyakinan akan Tuhan

Semakin dewasa seseorang maka semakin berkembang pula pemikirannya, pemikiran yang berkembang ini akan membawanya pada satu titik fokus yakni pengetahuan akan kebenaran dan kebathilan


ketika seseorang telah tumbuh dewasa, ia telah menyadari bahwa hidupnya bukanlah hidup yang bebas, dalam sistem masyarakat ia diatur dalam norma dan tatanan sosial sedangkan, dalam hal agama, ia memiliki kewajiban menjalankan aturan agama yang dianutnya

namun, betulkah ini yang terjadi pada hampir semua kehidupan manusia ? saya kira sudah terjadi perubahan yang sangat drastis, terkhusus di daerah perkotaan mengenai hal ini, setelah globalisasi dan kemodernan menjadi pandangan baru kehidupan abad ini

Modernisme telah mengubah tradisionalisme, hal-hal klasik dan tradisional kembali dipertanyakan, tidak sedikit ditinggalkan, dunia telah berubah, zaman telah menunjukkan wajah yang baru

modernisme bagi saya Menghasilkan globalisasi dan budaya materialis, manusia hidup dalam konsep pikiran yang hampir sama yakni ''bekerja'' dan ''kaya'', 2 hal ini menjadi patokan kita, hidup digunakan untuk bekerja agar bisa mapan dan bahagia (meraih kenikmatan)

tolak ukur hidup adalah materi, kesenangan dan foya-foya, kebijaksanaan agama dan pemahaman tradisional sudah berganti menjadi pandangan hedonis bahkan sekuler

Kedewasaan dan kebertuhanan

dalam konteks perkembangan manusia modern, nampaknya agama telah menjadi bagian ''yang lain'' dari hidup ini, agama hanya menjadi suatu simbol dari keyakinan yang semu, ia hanya simbol penghormatan pada tradisi keberagamaan

nampaknya, saya melihat tradisi agama tetap memiliki cengkeraman yang kuat dalam hidup manusia, berbeda dengan local wisdom dan tradisi budaya yang kian perlahan mulai tersingkir

namun, tradisi keagamaan hanya simbol belaka, nilai-nilai agama tak bisa dihidupkan secara utuh di tengah masyarakat, agama tetap dibutuhkan tapi, manusia punya kebebasan, agama tidak mengikat

inilah yang saya katakan pada pembahasan awal tadi, semakin dewasa manusia, semakin berkembang pemikirannya dan semakin kuat dominasi kehidupan luar yang mempengaruhinya, bisa jadi ia juga melihat agama sebagai simbol saja, yang tidak boleh mengikatnya

sehingga kedewasaan, keberagamaan dan kebertuhanan menjadi kabur, agama dan tuhan menjadi simbol dari ''yang lain'' dan manusia menjadi dirinya yang bebas

inilah yang seharusnya kita sesali, agama sejatinya harus membimbing manusia, bukan justru menjadi simbol yang sebagian besar diacuhkan, saya bersyukur di akhir tahun 2016 kita melihat puluhan ribu orang yang mengikuti aksi bela islam, itu semua menunjukkan bahwa eksistensi agama dalam diri sebagian besar manusia masih ada tapi, di luar sana masih banyak juga orang yang apatis dan skeptis terhadap agamanya

apatisme terhadap agama menjadi salah satu hasil modernisme, kemajuan disatu sisi yang juga mengaburkan keberadaan agama dan keyakinan disisi yang lain

ada tanggapan ?