''Waktu adalah makna keberadaan'' - Marthin Heidegger
Sumber ; Wallpaper islam
ada 2 hal yang bergeliat dalam diri saya ketika membaca kutipan Martin heidegger diatas, pertama apakah kita (manusia) ini ? dan apa makna keberadaan kita (manusia) ini ?, saya tidak terlalu paham dengan khazanah filsafat, apalagi pemikiran-pemikiran para tokoh-tokohnya, kalaupun saya membaca buku dan tulisan filsafat paling tidak saya hanya mencari kutipan tokohnya saja dan paling tidak mencoba untuk memahaminya secara mendalam.
dalam bukunya, Being and nothingness, Martin Heidegger menyuguhkan kutipan diatas, kutipan yang seharusnya bisa kita pahami dan refleksikan dalam agama, manusia ada dengan adanya waktu, dan allah swt lewat waktu memberikan kita ''perasaan'' ada dalam hidup
dalam alqur'an sendiri dan dalam ajaran islam, manusia dituntut untuk menggunakan waktu dengan sebaik mungkin, seorang muslim diperintahkan oleh allah untuk menjadi orang yang beriman dan bertakwa, kedua hal ini adalah sikap religiusitas yang harus ditanamkan dalam diri dan di pupuk dengan amal saleh secara kontinyu
olehnya itu, dalam surah Al Ashr, allah swt bersumpah dengan masa, bersumpah dengan hakekatnya ''waktu'', sumpah allah atas nama ''waktu'' menunjukkan betapa agungnya ciptaan allah yang berupa waktu tersebut, dalam waktu manusia hidup, dalam waktu sejarah diukir, dan dalam waktu pula kita bergulat dengan kehidupan
dalam surah ini pula allah menerangkan secara pendek dan ringkas bahwa manusia sesungguhnya merugi, apa tafsiran merugi pada ayat ini ? wallahu a'lam
yang pasti allah memberikan kita informasi bahwa tiap manusia tanpa memandang agama dan sukunya, berada dalam kerugian, pada ayat terakhir di surah al ashr, allah kemudian menerangkan orang-orang yang tidak merugi, antara lain orang yang beriman, beramal saleh, saling mengingatkan pada kebaikan dan saling mengingatkan untuk bersabar
merekalah 4 golongan yang jauh dari kerugian, sehingga ''waktu'' secara hakiki menjadikan mereka ''berada'', sehingga hakikat manusia yang utama yakni ibadah adalah hakikat manusia yang sebenarnya, yang harus diemban dalam ke-fanaan.
inilah hidup manusia, hidup yang fana tapi, ibadah menjadikan yang fana dalam hidup kita memiliki arti, sehingga bagi saya betapa banyak rutinitas duniawi kita kalau tidak ada rutinitas ibadah di dalamnya maka kita hidup hanya dengan label hidup, hiidup semu tanpa kualitas, tanpa arti.
ibadah kita dengan izin allah, saya pahami bukan pertukaran antara ibadah dan surga, maksiat dan neraka, saya memahaminya sebagai jati diri kehidupan, manakalah kita hidup maka esensi hidup kita adalah ibadah dan toh sesungguhnya tempat tinggal nenek moyang kita adalah surga, jadi surga adalah rumah kita, rumah bagi orang-orang yang paham kehidupan yang sesungguhnya.
umpamanya, anda sedang berjalan ke suatu desa, dan anda ingin kembali ke desa anda, maka otomatis anda pasti tahu jalan kembali ke desa anda, ketika anda memilih jalan itu, maka anda memilih dengan benar, karena anda tahu mana yang benar, inilah pemahaman akan kehidupan kita selanjutnya, pemahaman yang dituntun oleh asasi kita.
wallahu a'lam
COMMENTS